top of page

Buat Apa Susah?

  • hana
  • Aug 24, 2018
  • 5 min read

Moment of Truth

Roma 5:3-4

....karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. (SABDA)

Romans 5:3-4 (ESV)

Not only that, but we rejoice in our sufferings, knowing that suffering produces endurance, and endurance produces character, and character produces hope,..(Bible Gateway)


Hmm...kesulitan, ketekunan, tahan uji, karakter, pengharapan. Buah-buah yang begitu baik timbul dari kesulitan, meskipun ketika menjalaninya tidak semudah mengucapkannya.


Namun, lebih dari buah-buah itu, di dalam proses itu, juga sebagaimana pengalaman hidup kita, Tuhan hadir dan menyatakan diriNya pada kita, bukan? Bagaimana jika kesulitan menjadi jalan kita untuk mengalami Tuhan? Demikian juga bagi anak-anak kita, bukan?


“What if the very things we fear for our children turn out to be avenues that God uses to open their eyes to him?”

- Sarah Walton

Moment of Grace

Salah satu gambar tak terlupakan yang pernah saya lihat adalah hiasan dinding indah di rumah sepupu saya di Surabaya. Tidak hanya karena tampilannya, tetapi juga kalimatnya. Saat ini, lebih dari 20 tahun setelah hari itu, setelah menjadi orang tua dari seorang remaja, saya teringat kembali pada kalimat-kalimat tersebut. Saya coba mencarinya kembali dari rekaman New York Times.


Archives | 1964 (New York Times)

“Build me a son, O Lord, who will be strong enough to know when he is weak, and brave enough to face himself when he is afraid; one who will be proud and unbending in honest defeat, and humble and gentle in victory.


“Build me a son whose wishes will not take the place of deeds; a son who will know Thee—and that to know himself is the foundation stone of knowledge.


Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort, but under the stress and spur of difficulties and challenge. Here let him learn to stand up in the storm; here let him learn compassion for those who fail.


“Build me a son whose heart will be clear, whose goal will be high, a son who will master himself before he seeks to master other men, one who will reach into the future, yet never forget the past.

“And after all these things are his, add, I pray, enough of a sense of humor, so that he may always be serious, yet never take himself too seriously. Give him humility, so that he may always remember the simplicity or true greatness, the open mind of true wisdom, and the meekness of true strength.


“Then I, his father, will dare to whisper, ‘I have not lived in vain.’”


Sekali lagi, meskipun tahu dan sudah mengalami hal baik yang Tuhan tumbuhkan melalui kesulitan, tetapi memikirkan dan mewariskan semangat menghadapi kesulitan pada remaja, dari generasi Z saat ini, tidaklah mudah.


Meskipun sekolah sudah mengikuti perkembangan jaman dengan begitu banyak materi dan cara komunikasi digital, sesuai jaman ini, saya tetap bergumul menyisipkan sebuah sekolah musik di dalam kehidupan anak saya.

Jika banyak tugas dikerjakan dengan duduk berhadapan dengan komputer atau smartphone, dalam belajar biola, tentu saja tidak bisa ketik dan klik dalam hitungan menit atau jam yang singkat. Jika tugas sekolah dapat dicari dan diperbaiki dengan beberapa kali ketik dan klik, mana bisa dengan latihan biola? Latihan dengan posisi berdiri...berjam-jam...Instrument yang sensitif dengan kesempurnaan dan suasana hati. Makin stress, makin nyeri bunyi yang dihasilkan. Berbeda dengan hati gembira, nada yang dihasilkan membawa kegembiraan kepada pendengar. Coba saja memainkan dengan jengkel dan bersungut-sungut....pasti bunyinya membuat sakit telinga.


Beberapa minggu yang lalu, pergumulan ini mencapai puncaknya ketika anak saya mengikuti ujian kenaikan tingkat biola di sekolah musiknya.


Entah mengapa...tetapi beberapa tahun terakhir, di masa remaja ini, anak saya mencoba berhenti dari latihan yang teratur. Sejauh mata memandang, rasanya bukan biola yang tidak dia sukai, tetapi proses latihannya. Makin tinggi tingkatnya, tentu makin sulit dan meminta waktu latihan yang lebih panjang....setiap hari (bukan sekali-sekali, tentu saja). Sesuai dugaan, hasilnya tidak memuaskan.


Maka, terjadilah percakapan panjang dan alot di antara kami, orang tua dan remaja. Hasilnya, kami tetap tidak mengijinkan dia berhenti. Mungkin hanya Anda yang dapat memahami kami. Kita dari generasi pejuang dan menjunjung tinggi ketekunan, bahkan untuk hal yang tidak kita sukai. Kali ini, saya sudah memilih 'medan pertempuran' yang tepat dan mengeluarkan kata 'Tidak' yang tidak mudah saya keluarkan.


Bukan berarti remaja masa kini tidak tekun dan tidak berjuang sama sekali. Namun, ada proses yang sangat baik untuk tetap dijalani dan tidak mengangkat kesulitan yang harus dia lalui.


Bukankah dari pekerjaan yang kita sukai pun, ada sesuatu yang tidak kita sukai, tetapi harus kita kerjakan? Bukankah dari pasangan hidup yang kita sukai, ada sifatnya yang tidak kita sukai, tetapi kita terus belajar bertumbuh dan bergandengan tangan dengan dia? Tidak suka, bukan berarti kita lepas dan tinggalkan bukan?


Di dalam ketekunan dan ketaatan menjalaninya, ada anugerah Tuhan yang besar di dalamnya. Sekali lagi, meskipun deg-degan, saya tetap berharap,


“What if the very things we fear for our children turn out to be avenues that God uses to open their eyes to him?”

- Sarah Walton


Hmm....entah sudah menerima atau tidak, namun setelah hari itu dia dengan teratur mencuci piring setelah makan. Catatan: sesungguhnya, itu adalah salah satu hal yang tidak disukainya. Semoga tanda menuju pertumbuhan.


Sungguh, sebuah pengalaman penuh anugerah.....

A CAPPELLA KIDS: No, Not One | What a Friend We have in Jesus

This is Your Moment

Banyak berita mengerikan akibat kesulitan dan stress yang dialami anak muda masa kini. Namun, apakah itu berarti kita harus mengangkatnya? Atau melatih mereka menghadapi, mengelolanya dan mendoakan pertemuan mereka dengan Tuhan di masa-masa seperti itu?


Kevin Huggins, penulis Parenting Adolescents, sebagaimana dikutip oleh Karyn Henley, seorang komunikator anak, mengingatkan saya dan Anda akan pentingnya persoalan, kesulitan dan bahkan kesakitan yang seringkali dihindari. Melalui pergumulan tersebut, pemikiran berkembang menjadi matang dan melaju ke tahap yang lebih tinggi : Formal Thinking.


Mari berdoa, kiranya Tuhan memberi kita bijaksana, ketika mengijinkan anak-anak melalui kesulitan dan pergumulan, dan mendoakan mereka agar mengalami Tuhan dan mengalami pertumbuhan.


Doa berikutnya yang saya naikkan adalah, kiranya Tuhan menolong dan menyelidiki hidup dan hati saya, apakah saya sudah menjadi teladan bagi anak saya dalam bergumul dan berjuang menghadapi kesulitan dan berharap kepada Tuhan?


Bagaimana dengan Anda?

Let's Make Every Moment Count!


Membaca buku Amazing Japan, terbitan Kompas Gramedia, kumpulan pengalaman yang dibagikan Weedy Koshino, sungguh menarik hati saya. Pelatihan ketrampilan hidup dan kesepakatan antara guru dan orang tua, membangun ketangguhan, ketekunan, dan karakter yang baik pada anak-anak di sana.


Bayangkan, ketika anak-anak sejak kecil melap dan mengepel lantai sekolah serta membersihkan toilet, mengajar mereka memelihara bersama-sama, bertanggung jawab, sekaligus menghargai kesulitan orang yang mengerjakannya. Tidak hanya melatih anak-anak, sangat menarik membaca bahwa Kepala Sekolah mereka mencabuti rumput di halaman sekolah. Rasanya, anak-anak akan melihat hal itu sebagai keteladanan dari beliau.


Terlepas dari cara, sangat mengagumkan untuk melihat bagaimana mereka mengukur kesulitan secara bertahap sesuai dengan pertambahan usia anak-anak. Demikian juga, bagaimana mereka melibatkan orang tua dalam sistem untuk mengawasi dan menjaga anak-anak, generasi penerus bangsa. Mungkin dengan menjadi petugas patroli sekolah, yang menjadi 'mata pengawas' ketika anak-anak belajar mandiri pergi ke sekolah. Demikian juga kesiapan orang tua untuk mengawasi anak-anak mengerjakan tugas di rumah sesuai dengan perlakuan yang dirancang seirama dengan guru-guru di sekolah.


Alangkah indahnya jika kita juga memikirkan dan memperjuangkannya. Panggilan kita sebagai orang tua dalam Ulangan 6, dikerjakan dengan tekun dan bersama-sama, alangkah indahnya. Hmm...membayangkan bersama-sama menjadi semacam "Guardians of the families" (meminjam istilah teman-teman di DK).


Layak untuk didoakan dan diperjuangkan. Mari mulai dari keluarga dan lingkaran pertemanan kita.

Moment to Share

Di tengah kemajuan teknologi dan berbagai kemudahan yang tak terelakkan, bagaimana kita terus menggumuli untuk mendidik dan mempersiapkan anak-anak tangguh dan bertumbuh dari kesulitan? Lebih penting lagi, bagaimana mereka bertemu dan mengalami Tuhan dalam pergumulan hidup mereka?


Mari terus menggumuli, mendoakan, dan mengerjakannya.

Tuhan memberkati




































 
 
 

Comentários


bottom of page